Sebuah hal yang remeh-temeh nan sederhana, tapi mampu membuat perenungan hidup yang mendalam bagi saya. Diawali dari pengamatan dan keheranan melihat pedangang asongan yang memanggul apa saja untuk dijajakan berkeliling kampung.
Mulai dari pedagang kompor minyak, pedagang mainan anak, pedagang baso, pedagang perabotan rumah tangga, dan pedagang asongan apa saja yang sering kita lihat. Namun yang paling menarik perhatian saya adalah pedagang yang mengasong barang-barang yang berat dan besar. Jika dihitung-hitung dengan logika biasa saja, agaknya tak masuk akal. Pedagang asongan mana saja yang masuk kategori ini?
Coba, kita perhatikan pengasong POT BUNGA, masa pot bunga yang beratnya saja bisa mencapai puluhan kilogram itu, diasong kesana-kemari keluar masuk kampung, atau keluar masuk komplek perumahan. Ini sesuatu yang irrasional tapi nyata, karena mereka tetap saja ada dan exist. Lebih-lebih lagi kalau kita perhatikan pedagang yang mengasong daun pintu, padahal mana ada orang yang beli daun pintu terpisah dengan kusen-nya? Atau pengasong almari. Aduh…ampunn, itu lemari dan itu kursi dibawa-bawa kesana kemari, apa nggak capek? Kemudian bagaimana analisa bisnisnya?
Belum lagi kalau kita gali lebih dalam, sehari bisa laku berapa almari? Atau pertanyaanya dibalik, “ Untuk menjual sebuah Almari butuh berapa hari keluar masuk kampung?” , dan butuh berapa kilometer berjalan agar laku? Semuanya merupakan teka-teki dan misteri hidup. Karena pengasong yang lewat di depan rumah pada bulan lalu, belum tentu lewat lagi bulan ini. Ini yang membuatnya sulit dianalisa.
Kemudian dalam perenungan, saya berfikir, mengapa mereka tidak membuat brosur saja, kemudian membagikanya, kan enteng tidak perlu membawa beban berat begitu. Atau membuat Display di suatu tempat sebagai distribution point untuk produknya? Saya bisa pastikan jika pertanyaan ini kita lemparkan pada pelaku atau pengasong, mereka akan jawab, “Modalnya nggak ada.” Ya sudah, macet deh kalau begini, kecuali kita punya resources keuangan, dapat membantu mereka.
*****************
Berikut sebuah kisah nyata seorang teman saya sewaktu membeli kasur kapuk dari pedagang kasur kapuk asongan. Berawal dari rusaknya sarung kasur kapuk miliknya yang sudah dimakan usia, maka ketika pedagang asongan kasur kapuk itu lewat di depan rumah, terjadilah transaksi.
“Bang, saya punya kasur kapuk di rumah, sarungnya sudah rusak dan robek di sana-sini, bisa ganti sarungnya saja kan?” ujar teman saya pada si abang kasur.
“Bisa Pak, coba saja bawa kasurnya ke sini,” sahut abang kasur.
Setelah teman saya menunjukkan kasurnya, tanpa taksasi biaya, langsung saja kasur di belah oleh si abang kasur. Kemudian si abang kasur mengeluarkan sarung kasur baru dari kotak bawaanya. Setelah membandingkan ukuran kasur lama dengan ukuran sarung yang baru, si abang kasur buka bicara, “Maaf Pak, sarung punya saya lebih besar dibanding sarung kasur Bapak, tapi nggak apa-apa, bisa kita tambah nanti kapuknya.” ( Memang maksudnya jualan kapuk kan? )
“Memang berapa kapuknya per kilo Bang?” Tanya teman saya.
“Dua belas ribuan, biasa saya kasih murah deh!”
Akhirnya kasur yang terlanjur sudah dibelah, mau tidak mau diganti sarungnya dengan ukuran yang lebih besar. Dan apa yang terjadi?
“Gilaaa…butuh dua karung kapuk untuk mengisi sarung kasur itu,” ujar teman saya. Setelah hitung punya hitung, ia harus bayar Rp.400.000,- karena rupanya si kasur butuh kapuk sebanyak 30 kilogram, ditambah biaya reparasi.
“Untung tidak ditarik ppn, Kalau tahu begini ma, mendingan saya beli kasur baru,” ujar teman saya mengakhiri ceritanya. Ha ha ha ha ha, jangan dikira pedagang asongan itu ternyata cerdik lo!!!??
*****************