semburat kuning mentari subuh menemani langkah senjanya, kain krem bergaris merah melilit membungkus warna kelabu putih rambutnya. terseok berjalan menembus kesyahduan sisa subuh, berteman bakul bambu tua terbungkus kain jarik coklat lusuh. bakul tua berisikan lembar daun pisang yang sudah mulai menua di beberapa sisinya, dan beberapa sisir pisang raja yang nampak mulai kehitaman di beberapa bagiannya.
hari mulai hangat ketika tapak seoknya berhenti. tubuh senjanya didudukkan di atas trotoar kecil sebuah pasar yang masih bermimpi. keriput tangannya mulai membuka bungkusan bakul tuanya dan mengeluarkan semua barang dagangannya. mulailah ia meniti nafas menghitung detik menanti uluran tangan-tangan pembeli. hingga sisir demi sisir pisang berganti dengan sesuap nasi. hingga lembar demi lembar daun pisang menjadi pengobat perih.
ah, ibu tua,
di rumah tengah menanti seorang lelaki senja yang tak lagi bisa menjadi penyangga, karena majikan keji telah membakar segala impi. tubuh kokohnya tlah tercabut dari raga, langkah kaki citanya tlah sirna dari alam jaga, lenyap dihempas lautan amarah sang majikan di tanah seberang. bahkan untuk duduk pun tubuhnya tak lagi mampu menyambut.
kapitalis kian bengis, alam kaya hanya untuk penguasa, bahkan sedut nafas pun harus berebut.
ah, begitu banyak kisah terajut dan tersembunyi di balik tubuh-tubuh senja itu...
0 komentar: