Pengamen, yang selalu dapat kita jumpai tiap hari di jalanan,buskota, rumah makan, sampai kereta api, seperti menempati posisi yang tidak menguntungkan pada kelas sosial masyarakat.
Bagi mereka, pekerjaan mereka sama mulianya dengan profesi lainnya. Dan oknumlah yang melahirkan konotasi negatif dari pengamen. Sama seperti konotasi negatif bagi polisi, pejabat, pengusaha, seniman, dokter, guru yang diimbaskan oknum. Namun sebagian masyarakat seperti tidak mau tahu, profesi ini tetaplah bernada miring, fals. Yang mereka tahu, pengamen adalah kumpulan manusia malas, pemaksa, dan amat mengganggu.
Di Jakarta, jumlah pengamen mencapai ribuan orang. Sebagian dari mereka menyadari konotasi miring yang ditujukan kepada mereka. Lalu mereka biasanya membentuk kelompok atau kantung-kantung kesenian jalanan sebagai semacam pembelaan. Salah satu komunitas yang terkenal dan sudah punya basecamp permanen adalah Komunitas Penyanyi Jalanan (KPJ) Bulungan pimpinan Anto Baret. Di Bekasi Barat ada komunitas pengamen bernama Penyanyi Bekasi Barat (PBB), kemudian di daerah Bendungan Hilir ada yang namanya “Anak Benhill” sementara di daerah jalan ImamBonjol depan gedung Gani Jemat “Anak Bonjol”. Setiap komunitas biasanya punya kegiatan masing-masing, ada yang menggelar arisan ada juga yang bikin grup Band kecil-kecilan.
Pengamen-pengamen yang tergabung dalam komunitas semacam itu bahkan mengaku mereka bukan tipe pengamen yang membawakan lagu asal-asalan atau meminta uang secara paksa kepada penumpang. Meski beberapa dari mereka bertampang seram dengan tubuh penuh tato, tetapi mereka tetap berusaha ‘tampil’maksimal di depan penumpang. Mayoritas suara mereka juga bagus-bagus.
Cara ‘ngamen’ di Jakarta memang macam-macam, ada yang hanya bertepuk tangan sembari menyanyi dengansuara tak jelas juntrungannya. Ada yang berorasi membaca puisi, ada yang main sulap dan sebagainya. Tapi kelompok pengamen yang mangkal di sekitar terminal Blok M mempunyai klasifikasi sendiri mengenai orang-orang yang boleh disebut pengemen. “Yang disebut pengamen bagi saya bukan cuma nyanyi, dia boleh saja membaca puisi atau kalau perlu bermain drama di atas bis, istilahnya showbiz atau show diatas bis, dan harus menghibur. Jika tidak menghibur seperti cuma tepuk tangan atau berdendang dengan botol plastik kosong yang ditepuk-tepuk, itu bukan sih pengamen Mas ” kata Reno, salah satu pengamen terminal Blok M.
Cherry, salah seorang pengamen yang biasa mangkal di Bendungan Hilir mengaku sebal dengan ulah orang-orang mengaku pengamen dan minta uang secara paksa “Mereka itu bukan pengamen, tapi kriminal yang pura-pura jadi pengamen.” kata Cherry tegas.
Yang lebih ekstrem, ada sekelompok orang yang berlagak pengemen di biskota, tapi kemudian bukannya menjual suara malah mengaku baru keluar dari penjara. Buntutnya minta uang dengan nada ancaman kepada penumpang.
“Terus terang mas, saya dan teman-teman pernah gebuki orang model begitu waktu mereka lewat jalur kita di Benhil, biar kapok mereka!” lanjut Cherry gemas.
Keberadaan orang-orang semacam itu memang meresahkan, bukan saja meresahkan penumpang tapi juga meresahkan para pengamen ‘asli’ yang identitasnya merasa tercoreng. Akibatnya masyarakat mengeneralisasi profesi pengamen.
Padahal sekarang ini tak sedikit pengamen yang berhasil menjadi penyanyi terkenal, sebut saja Iwan Fals, Didi Kempot, Angel Mama Mia, dan yang paling hot, Januarisman atau Aris, yang sekarang menjadi kandidat kuat pemenang Indonesia Idol 2008. Mereka adalah orang-orang yang berhasil menaklukan kerasnya jalanan Ibukota. Dan yang jelas ini juga bukti, bahwa stereotip pemalas, tukang minta-minta dan pemaksa adalah tidak sepenuhnya benar dialamatkan kepada mereka. Diantara mereka ada yang benar-benar berjuang setengah mati hanya demi menyambung hidup.
0 komentar: